Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai pada SDAP Kabupaten Garut | Bab I Pendahuluan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini aktivitas pengelolaan sumber daya manusia secara efektif semakin meningkat pada semua jenis organisasi atau perusahaann bisnis. Hal ini merupakan konsekuensi kemajuan dan perkembangan yang saat ini berlangsung dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, bisnis, serta kehidupan lainnya. Pengelolan sumber daya manusia menjadi efisien jika penerapan fungsi manajemen dilakukan dengan baik. Manajemen sumberdaya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada pada diri individu atau pegawai (Prabu, 2007:2).
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. Teknik pengelolaan sumber daya manusia akan semakin mudah berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berlangsung.  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang terus meningkat, orang-orang yang bekerja di dalam bidang organisasi atau perusahaan bisnis akan semakin meningkat kualitasnya.
Pendayagunaan sumber daya manusia yang tepat menyangkut pemahaman terhadap kebutuhan individual supaya potensi sumberdaya manusia dapat dimanfaatkan secara optimal. Pencapain tujuan organisasi dan kebutuhan karyawan saling menopang satu sama lain.  Tujuan yang satu tidak dapat diraih dengan mengorbankan tujuan yang lain.Hal tersebut tidak terlepas dari suatu kepemimpinan untuk mempengaruhi individu atau bawahan sehingga tercapainya tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari manajemen. Kepemimpinan meliputi orang lain atau bawahan, kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, bawahan membantu menentukan kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan untuk mencapai visi dan misi organisasi.
Kemampuan pemimpin untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan para bawahannya akan menentukan efektifitas kerja (Handoko, 2003:251).  Motivasi merupakan salah satu upaya untuk mendorong aktifitas kerja pegawai. Motivasi ini bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, seperti pemberian pujian kepada bawahan atas kerja yang telah diselesaikan tepat waktu. Faktor motivasi lainnya yaitu kemampuan dan pemahaman individu untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Kinerja yang optimal menentukan kemampuan dan pemahan bawahan atas tugas yang diberikan pemimpin sehingga akan menghasilkan kepuasan individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis di dalam Prabu (2007:67) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah ability (kemampuan) dan  motivation (motivasi).
Dinas SDAP merupakan instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan sumberdaya air dan pertambangan. Dinas SDAP Kabupaten Garut dewasa ini dituntut untuk menghasilkan kinerja optimal, tetapi dalam hal ini terdapat permasalahan yang berkaitan dengan kinerja pegawai Dinas SDAP yang belum optimal pada kinerja pegawai.  Ini ditunjukan dengan jumlah persentase misi ke satu adalah  mempertahankan dan melestarikan Sumber Daya Air yaitu 59,09% yang dinilai kurang dan misi ke tiga adalah mengembangkan potensi Sumber Daya Mineral dan Air tanah serta energi ketenagalistrikan secara optimal yang berwawasan lingkungan yaitu 67,17% yang dinilai kurang. Maka diperoleh persentase kumulatif dari ke empat misi tersebut adalah 78,77% yang dinilai masih belum dikategorikan baik atau belum optimal dalam pencapaian kinerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dan mengambil judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kabupaten Garut”.

1.1    Identifikasi Masalah
1.      Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut?
2.      Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut?
3.      Bagaimana hubunganantara kepemimpinan dan motivasi pada Dinas SDAP Kabupaten Garut?
4.      Bagaimana pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut?

1.2    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut.
2.      Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut.
3.      Untuk mengetahui hubunganantara kepemimpinan dan motivasi pada Dinas SDAP Kabupaten Garut.
4.      Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai pada Dinas SDAP Kabupaten Garut.

1.3    Kegunaan Penelitian
      a.       Kegunaan Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagiseluruh mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Garut, khususnya bagi mahasiswa jurusan manajemen.
b.      Kegunaan Praktis
1.      Bagi Dinas SDAP Kab. Garut
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbang pemikiran yang dapat dipertimbangkan bagi Dinas SDAP Kab.Garut.
2.      Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan acuan bagi yang melakukan penelitian ilmiah dengan pembahasan yang sama.
3.      Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang sumber daya manusia khususnya tentang pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai.
1.5    Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1   Kerangka Pemikiran
Menurut Stoner di dalam Handoko (2003:8) Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasisn, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.  Menurut  Prabu (2007:2), manajemen sumber daya manusia adalah sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).
Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin.
Thoha (2007:262), kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.  Menurut Samsudin (2010:287), kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan mengerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinan sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Handoko (2003:294), kepemimpinan merupakan kemamnpuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Kepemimpinan dibutuhkan oleh suatu kelompok, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia.  Disuatu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, dipihak lain ada orang yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.  Disitulah timbulnya kebutuhan seorang pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin berperan kritis dalam membantu kelompok, organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.
Handoko (2003:293) mengemukakan bahwa bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat.  Penelitian-penelitian dan teori teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku dan situasional (contingency) dalam studi tentang kepemimpinan.
Menurut Handoko (2003:295), ketiga pendekatan tersebut akan dibahas secara kronologik, sebagai berikut:
a.      Pendekatan sifat-sifat kepemimipinan
Usaha sistematik pertama yang dilakukan oleh para pisikologdan para peneliti lainnya untuk memahami kepemimipinan adalah mengidentifikasi sifat-sifat kepemimipinan. Sehingga timbul anggapan sifat-sifat kepemimipinan bahwa pemimipin dilahirkan, bukan dibuat, atau seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimipin.
Edwin Ghiseli mengemukakan sifat-sifat tertentu yang penting untuk kepemimpinan efektif.  Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengwasan pekerjaan orang lain.
2.    Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencairan tanggung jawab dan keinginan sukses.
3.      Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya piker.
4.    Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
5.  Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah.
6.  Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak beergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
b.      Pendekatan perilaku kepemimipinan
Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam kenyataannya tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimipinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan perilaku tidak lagi mencoba untuk mencari jawab sifat-sifat pemimipin tetapi mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh pemimipin efektif bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi bahan mereka, bagaiman mereka menjalankan tugas-tugas, dan senagainya. Tidak seperti sifat-sifat bagaimana pun juga perilaku-perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan. Sehingga individu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimipinan yang tepat agar mampu memimipin lebih efektif. Agar kelompok berjalan efektif, seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utama. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan masalah dan fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar.
c.       Pendekatan situasional “Contigency
Pendekatan kesifatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimipinan. Di samping itu, sebagian besar penelitian masa kini menyimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimipinan yang tepat bagi setiap manajer di bawah seluruh kondisi. Pendekatan situasional “contigency” menggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah bergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya.
McGregor di dalam Handoko(2003:300) mengungkapkan bahwa kepemimpinan dipengaruhi anggapan-anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia, yaitu  dua anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para pemimpin:
Anggapan-anggapan teori X :
1.      Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mumgkin.
2.      Karena karakteristik manuasia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi , diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3.      Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi relative kecil, dan menginginkan keamanan/ jaminan hidup di atas segalanya.
Anggapan-anggapan teori Y :
1.    Penggunaan usaha pisik dan mental dalam kerja adalah kondrat manusia, seperti bermain atau istirahat.
2.     Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
3.      Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
4.   Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima tanggung jawab.
5.      Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam menyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan.
6.   Potensi intelaktual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industry modern.
Motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan (Samsudin, 2010:281).Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:400) motivasi adalah kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Motiavasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan organisasi dan individu. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, sehingga banyak ahli telah mencoba untuk mengembangkan berbagai teori dan konsep yang akan di bahas berikut ini.
Sebenarnya banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli manajemen. Abraham Maslowdi dalamHandoko(2003:256), mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hierarki kebutuhan terendah sampai yang tertinggi, seperti yang ditunjukan dalam gambar 1.1. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku.
Konsep tersebut menunjukan bahwa kebutuhan-kebutuhan saling bergantung dan saling menopang.Kebutuhan yang telah terpuaskan akan berhenti menjadi motivasi utama dalam perilaku, dikantikan kebutuhan-kebutuhan selanjutnya yang mendominasi.  Tetapi meskipun suatu kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku dan tidak hilang, hanya intensitasnya lebih kecil.
Menurut Samsudin (2010:284), suatu organisasi atau perusahaan, kebutuhan-kebutuhan tersebut diterjemahkan sebagai berikut:
a.     Kebutuhan fisologis dasar, seperti makanan, pakaian, perumahan dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pekerja.
b.     Kebutuhan akan rasa aman, seperti lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman, keamanan jabatan atau posisi, status kerja yang jelas dan keamanan alat yang dipergunakan.
c.   Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, seperti interaksi dengan rekan kerja, kebebasan melakukan aktifitas sosial dan kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.
d.      Kebutuhan untuk dihargai, seperti penberian penghargaan (reward) dan mengakui hasil karya individu.
e.   Kebutuhan aktualisasi diri, seperti kesempatan dan kebebaasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu, kebasan untuk mengembangkan bakat atau talenta yang dimiliki.
            Setiap individu dalam perusahaan atau organisasi berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda, maka akan sangat penting bagi perusahaan atau organisasi untuk melihat kebutuhan dan harapan karyawanya, bakat dan keterampilan yang dimilikinya, dan rencana karyawan tersebut pada masa mendatang. Jika perusahaan mengetahuihal-hal tersebut, akan lebih mudah menempatkan karyawan pada posisi yang paling tepat sehingga ia akan semakin termotivasi.  Menurut para ahli dijelaskan terdapat tiga pendekatan model motivasi di dalam Samsudin(2010:285), yaitu model tradisional, model hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusia.
1.      Model Tradisional
Dalam hal ini aspek yang sangat penting dari pekerjaan para manajer adalah membuat para karyawan dapat menjalankan pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien.  F.W Taylor dalam penelitiannya, secara tradisional para manajer mendorong atau memotivasi tenaga kerja dengan cara memberikan imbalan berupa gaji/ upah yang makin meningkat.
2.      Model Hubungan Manusiawi (Human relation model)
Model ini lebih menekankan dan menganggap penting adanya faktor kontak sosial yang dialami para karyawan dalam bekerja daripada faktor imbalan seperti dikemukakan model tradisional. Pada mode ini, para manajer dapat memotivasi karyawan dengan cara memenuhi kebutuhan sosial mereka dengan membuet mereka meras penting dan berguna.
3.      Model Sumber Daya Manusia (Human resources model)
Model ini timbul sebagai kritik terhadap model hubungan manusiawi. Para pelopornya antara lain Argyris, Mc. Gregor, Maslow, dan Libert. Mereka berpendapat bahwa motivasi karyawan tidak hanya pada upah atau kepuasan kerja, tapi dari berbagai faktor. Motivasi yang penting bagi karyawan menurut model ini adalah pengembangan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara setiap anggota atau karyawan menyumbangkan sesuatu kepada organisasi sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing.
Tercapainya tujuan organisasi tidak terlepas dari peran kinerja bawahan atau pegawai. Sesuai dengan definisi kinerja menurut Prabu (2007:67), adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Sedarmayanti (2011:392), aspek standar pekerjaan terdiri dari:
1.        Aspek kuantitatif:
a.       Proses Kerja dan kondisi kerja.
b.      Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan kerja.
c.       Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
d.      Jumla dan jenis peberian pelayanan dalam bekerja.
2.      Aspek kualitatif:
a.       Upaya kerja:membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.
b.      Tingkat kemeampuan pekerjaan.
c.   Kemampuan analisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan.
d.      Kemampuan mengevaluasi (keluhan atau keberatan konsumen).
            Mengenai kepemimpinan, motivasi dan kinerja pegawai yang telah diuraikan di atas kiranya dapat digambarkan sebagai berikut:
Hipotesis
            Hipotesis berasal adari dua penggalan kata, “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya kebenaran. Jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap  permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,2010:110).
            Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
“ Kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada SDAP Kabupaten Garut”.

Obat Penggugur kandungan - Obat Pelancar Haid 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar